KATA PENGANTAR
Pujisyukur
penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, karena atas rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini walaupun terdapat
beberapa kendala sebelumnya. Penulis pun sangat menyadari bahwa dalam penulisan
tugasan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian penulis tetap
berusaha mencurahkan segala kemampuan untuk menghasilkan tulisan yang maksimal.
Maka dengan itu punilis mengharapkan kritik serta saran yang membangun agar
dapat menjadi acuan bagi penulis dalam pembuatan tugas makalah berikutnya.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk kelengkapan tugas kuliah
serta menambah nilai.
Semoga
penulisan makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pembaca, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai,
Amiin
Jakarta,
17 Oktober 2015
Penulis
BAB I
Pendahuluan
Sistem
hukum adat merupakan salah satu sistem hukum yang ada di indonesia, tetapi
sejauh ini belum nampak keberadaan sistem hukum adat itu sendiri. Hal itu
dikarenakan sistem yang dianut oleh bangsa kita sangat beraneka ragam dan
sistem hukum adat hanya terdapat pada masyarakat tradisional, sehingga untuk
lebih mendalaminya kita perlu terjun langsung kemasyarakatnya. Walaupun begitu
hampir semua warga indonesia menganut sistem hukum adat, karena hampir semua
warga indonesia hidup dalam sebuah adat ataupun kebudayaan setempat. Artikel
ini akan mengulas mengenai hukum adat tersebut, mulai dari definisi,
bentuk-bentuknya, sejak kapan hukum adat itu berlaku, unsur-unsurnya, hingga
corak yang ada didalamnya.
Definisi
dari Hukum Adat menurut Prof. H. Hilman Hadikusuma adalah aturan kebiasaan
manusia dalam hidup bermasyarakat. Kehidupan manusia berawal dari berkeluarga
dan mereka telah mengatur dirinya dan anggotanya menurut kebiasaan, dan
kebiasaan itu akan dibawa dalam bermasyarakat dan negara.
Kepribadian
bangsa kita dapat dilihat dari keanekaragaman suku bangsa di negara ini yang
ada pada Lambang negara kita Garuda Pancasila dengan slogannya “Bhineka Tunggal
Ika” (Berbeda – Beda tetapi tetap satu jua). Dengan mempelajari hukum adat di
Indonesia maka kita akan mendapatkan wawasan berbagai macam budaya hukum
Indonesia, dan sekaligus kita dapat ketahui hukum adat yang mana ternyata tidak
sesuai lagi dengan perkembangan zaman, dan hukum adat yang mana dapat di
konkordasikan dan diperlakukan sebagai hukum nasional.
Berkat
hasil penelitian Prof. Mr. C. Vollenhoven di Indonesia yang membuktikan bahwa
bangsa Indonesia mempunyai hukum pribadi asli, dan dengan demikian bangsa
Indonesia semenjak tanggal 17 Agustus 1945 melalui undang – undang dasarnya
dapat mewujudkan tata hukum Indonesia. Sifat dari hukum adat memiliki unsur
elasitas, flesible, dan Inovasi, ini dikarenakan hukum adat bukan merupakan
tipe hukum yang dikodifikasi (dibukukan). Istilah Hukum adat Indonesia pertama
kali disebutkan dalam buku Journal Of The Indian Archipelago karangan James
Richardson Tahun 1850.
BAB II
PEMBAHASAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perkembangan
hukum adat:
A.
Corak Hukum Adat
1.
Tradisional
Hukum
adat indonesia pada umumnya bercorak tradisional, artinyabersifat turun
temurun, dari zaman nenek moyang sampai ke anak cucu dan sekarang keadaanya
masih tetap berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat bersangkutan.
Contoh:
a. Masyarakat tapanuli dalam sistem perkawinan dan
kekeluargaan masih mempertahankan dalil na tolu tungku tiga moyorat laki-laki
b.
Sistem mayorat laki-laki (lampung)
c.
Minangkabau
2.
Keagamaan/Religio Magis
Perilaku hukum atau kaidah hukum yang ada berkaitan
dengan kepercayaan terhadap hal-hal ghaib / magis
(animisme-dinamisme;kepercayaan terhadap roh-roh halus dan roh-roh nenek
moyang; kepercayaan terhadap Tuhan). Hal tersebut dapat dilihat pada adanya
upacara-upacara adat yanglazimnya diadakan sesajen-sesajen yang ditujukan pada
roh-roh leluhur yang ingindiminta restu / pertolongan.
Van
vollenhoven mengatakan jauh sebelum agama kristen, islam dan lain-lain masuk ke
indonesia, masyarakat adat / masyarakat indonesia sudah mempunyai agama yaitu
agama animisme atau yang disebut dengan “heidense god’sdient”
a. Menghormati arwah nenek moyang yang sudah meninggal
dunia
b.
Percaya adanya demit di duniadan di langit
c.
Percaya adanya pembalasan / dendam dari demit dari langit
d. Percaya adanya orang – orang yang dapat menjadi
penghubung / perantara antara demit di
langit dan bumi dengan manusia
Pengaruh
agama dapat kita lihat pada pembukaan UUD 1945 alenia ke 3(tiga) yang
menyatakan berkat rahmat tuhan yang maha esa ....dst
Misalnya:
di Banten dan di Bali orang berpantang menjual padi yang masih hijau buahny; di
berbagai daerah berlaku jika kawin lebih dahulu dari kakak maka adik harus
memberi barang “pelangkah” kepada kakak yang dilangkahinya agar tidak
ketulahan.
3. Kebersamaan/Komunal
Masyarakat
hukum adat bersifat komunal, yaitu segala aspek kehidupan lebih mengutamakan kepentingan bersama, dimana kepentingan
pribadi itu diliputi kepentingan bersama “satu untuk semua dan semua untuk
satu”.
Menurut M.
Koesnoe : Dalam konsep pemikiran hukum adat, individu dipandang sebagai
bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat, dan fungsi dari masing-masing
individu adalah dipandang untuk melangsungkan fungsi dan kelangsungan
masyarakat.
Hal yang disampaikan M. Koesnoe berarti bahwa
setiap individu mempunyai rasa kebersamaan yang tinggi dan rasa saling terikat
satu sama lain. Dengan adanya rasa tersebut
setiap individu selalu mengutamakan kepentingan bersama dan kepentingan
mereka sendiri selalu dibangun dari kepentingan masyarakatnya.
Corak kebersamaan ini dapat dilihat pada acara:
v Acara “gugur gunung” [Soerojo 1979]
v Semangat kekeluargaan, gotong-royong,
tolongmenolong
v Pasal 33 (1) UUD 1945 : Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan
Penjelasan:
Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, ekonomi dikerjakan
oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota
masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan
kemakmuran orang-perorang. Sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
4. Kongkrit dan Visual
Kongkritartinya
jelas, nyata, dan berwujud. Selain itu menurut Soerojo (1979) kongkrit
merupakan perkataan dan perbuatan, dimana perbuatan itu merupakan realisasi dari
sebuah perkataan.
Contoh:
yang dapat
dilihat pada sistem jual beli, dimana mereka saling bertemu secara langsung dan
bertransaksi di tempat itu secara terang-terangan, dimana terjadi sebuah
kesepakatan (ijab), lalu terjadi proses pembayaran/penerimaan (kabul), ada
saksi di depan kepala adat. Persamaan jual beli bersamaan waktunya (samenval
van momentum) antara pembayaran dan penyerahan (levering) seketika itu juga.
Visual berarti
dapat dilihat, tampak, terbuka, dan tidak tersembunyi. Soerojo (1979)
menyebutkan bahwa visual merupakan pemberian sebuah tanda yang kelihatan untuk
bukti penegasan atau peneguhan atas apa yang akan terjadi atau telah terjadi.
Contoh:
Dimana saat
kita memberikan jaminanbaik dalam bentuk barang maupun uang atas sesuatu yang
telah kita beli, dimana kita tidak dapat memebelinya secara tunai saat itu
(panjer).
5. Terbuka dan Sederhana
Terbuka berarti Dapat menerima unsur dari luar, asal tidak bertentangan dengan
jiwa hukum adatitu sendiri. Artinya
hukum adat selalu menerima unsur-unsur dari luar baik berupa kebudayaan ataupun
sebuah aturan itu sendiri, tapi dengan catatan unsur itu sesuai dengan jiwa
hukum mereka. Suatu unsur yang berbeda-pun dapat diterima tetapi membutuhkan
sebuah proses dan mungkin memakan waktu yang cukup lama sehingga masyarakatnya
benar-benar mampu menerimanya.
Contoh:
a. Dalam pengaruh agama hindu dikenal dengan kawin
anggau dalam arti bahwa jika suami meninggal dunia, maka janda dikawinkan pada
kakak atau adiknya almarhum suami terdekat.
b. Pengaruh agama islam pada warisan masyarakat jawa
dikenal dengan segendong sepikul, satu bagian wanita (segendong) dan dua bagian
laki-laki (sepikul)
Sederhana
berarti bersahaja, tidak rumit, tidak banyak administrasi, tidak tertulis, dan
mudah dimengerti. bahwa hukum adat tidak menyukai sesuatu yang rumit seperti
masyarakatnya sendiri, mereka cenderung menyukai sesuatu yang praktis dan
cenderung instan. Tentu hal ini menimbulakan dampak posotif maupun negatif,
tapi mereka melaksanakannya dengan rasa saling mempercayai satu sama lain,
sehingga dapat meminimalisir rasa curiga diantara mereka yang dapat menimbulkan
sesuatu yang tidak baik.
Contoh:
a.
Perjanjian bagi hasil: makro, mertelu, dilaksanakan lisan tanpa surat
menyurat.
6. Dapat Berubah Sesuai Keadaan
Hukum
adat dapat berubah menurut keadaan waktu dan tempat (Hilman Hadikusuma 1992,
37) dan Hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh berkembang seperti hidup
itu sendiri (Soepomo 1996). Artinya hukum adat merupakan hukum yang dinamis dan
tidak statis. Hukum adat akan terus ada dan berkembang selama masyarakatnya
masih hidup. Masyarakat tersebut akan terus menyesuaikan hukum adat mereka
sesuai dengan keadaan yang ada.
Contoh:
a. minang kabau, pepatah adat “sekali ai gadang,
sekalian tapian beranjak” artinya “sekali pemerintah berganti, sekalian pula
peraturan berubah”
b.
sistem kekeluargaan Matrilineal:
·
harta pusaka berubah ke arah sistem parental dikenal adanya harta suaran
(seorang)
·
sebagai kekuasaan mamak beralih kekuasaan orang tua, tidak lagi berajo
ke mamak, berajo ke bapak
7. Tidak Dikodifikasi
Artinya
hukum adat kebanyakan tidak tertulis tidak statis, tetapi bersifat dinamis.
Walaupun ada yang ditulis/dicatat di aksara raja, tetapi tidak sistematis dan
hanya dipakai sebagai pedoman saja dan tidak mutlak dilaksanakan. Oleh karena
itu hukum adat mudah berubah dan menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman.
8. Musyawarah Mufakat
Biasanya masyarakat selalu melakukannya disaat akan
memulai sebuah pekerjaan maupun sudah selesai mengerjakannya. Hal tersebut
dilakukan untuk mempererat hubungan diantara mereka. Musyawarah biasanya juga
dilakukan apabila ada sebuah perselisihan ataupun sengketa, dimana musyawarah
merupakan media yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sedang terjadi
dengan asas kerukunan dan tentunya dengan saling memaafkan (M.Koesnoe).
Contoh:
a. Dalam kerabat:
Diutamakan musyawarah mufakat dalam memulai dan
mengakhiri pekerjaan
b.
Dalam hal peradilan:
Penyelesaian secara rukun dan damai dan saling
memaafkan dalam musyawarah mufakat seperti pepatah adat lampung “mak patoh
lamen lemoh, mak pegat lamen kendor” takan patah karena lemah, takan mati
karena kendur”
B.
Sitem hukum adat
Sistem hukum adat adalah keseluruhan suatu objek yang
terangkai menjadi suatu kegiatan yang teratur.
Suatu sistem adalah susunan yang berfungsi dan
bergerak (Fuad Hasan / Koencoro Diningrat 1977, 14)
Perbedaan sistem hukum adat dengan sistem hukum
barat
a)
Hukum barat mengenai perbedaan:
Ø Hukum kebendaan
Ø Hukum perseorangan
Ø Hukum publik
Ø Hukum perdata
b)
Hukum adat :
Ø Tidak mengenal perbedaan dalam memutuskan perkara,
hakim memutuskan perkara tergantung dengan kepentingan siapa yang dilindungi
Ø Tidak jelas antara hukum publik dan hukum perdata
Ø Semua masalah diselesaikan oleh kepala adat
Ciri
hukum adat menurut soejono soekanto:
1)
Dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan, bahwa sistem hukum selalu
dikembalikan pada faktor geneologis teritorial
2)
Fungsi adat menyelaraskan antara hak dan kewajiban, antara individu dan
masyarakat
3)
Sistem hukum adat merupakan refleksi konkrit dari harapan masyarakat
4)
Terbentuknya dengan cara tidak tertulis kemudian ada yang tertulis
5)
Ada harmoni antara internal dan eksternal
Contoh:
Sanksi dikeluarkan dari clan tujuan
untuk keseimbangan clan
Ciri-ciri
hukum adat:
1)
Tidak tertulis : pada umumnya tidak tertulis
2)
Tertulis : karena sebagian hukum adat itu tertulis
3)
Dinamis / tidak statis
v Prof. Dr. Soepomo
Hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan
berkembang seperti hidup itu sendiri.
v Van Vollenhoven
Hukum adat berkembang dan maju terus,
keputusan-keputusan adat menimbulkan hukum adat
Sumber-sumber
hukum adat:
1)
Kebiasaan dan adat istiadat yang berhubungan dengan tradisi rakyat (Van
Vollenhoven)
2)
Kebudayaan tradisi rakyat (Ter Haar)
3)
Ugeran-ugeran yang timbul langsung sebagai kebudayaan asli (djojodiguno)
4)
Perasaan keadaan dalam hati nurani rakyat (soepomo)
5)
Pepatah adat
6)
Yurisprudensi
Bahasa
hukum adat adalah bahasa hukum rakyat yang diciptakan melalui proses yang
panjang. Bahasa hukum adat belum dapat dirumuskan secara tajam dan pasti (seperti
hukum barat).
Bahasa
hukum adat bukan sesuastu yang dapat diciptakan dalam waktu yang singkat,
tetapi melalui proses yang panjang. Bahasa hukum rakyat merupakan bahasa yang
sanggup melukiskan perasaan rakyat dimaksud secara tepat. Oleh karena itu
banyak istilah-istilah hukum barat yang dimasukan dalam bahasa hukum adat yang
kadang-kadang isinya sama tetapi pengertian sangat berbeda.
Contoh:
jual-beli (hukum adat) dan verkepen (belanda)
Istilah
jual-beli (hukum adat) mengandung arti:
1)
Jual lepas à apabila pengoperan itu untuk selanjutnya
2)
Jual tahunan à pengoperan itu untuk waktu tertentu
3)
Jual gadai (scude) Ã pengoperan ini bersifat dapat kembali apabila uang
pembayaran yang dahulu diterima kembali
Istilah jual lepas dibandingkan dengan “verkepen”
istilah jual lepasadalah penjualan lepas namun selama-lamanya dengan pembayaran kontan, sedangkan “verkepen”
adalah suatu perbuatan yang bersifat obligator artinya penjual berjanji dan wajib
mengoperkan barang yang di verkorp (dijual) kepada pembeli dengan tidak
dipersoalkan apakah barang dibayar kontan atau tidak.
Didalam hukum adat segala perbuatan dan keadaan
yang bersifat sama disebut dengan istilah sama pula.
Contoh:
1)
Kawin gantung à kedua mempelai belum boleh hidup bersama
2)
Warisan digantung à warisan belum dapat dibagikan pada ahli waris
3)
Panjer = tanda pangkat
·
Persetujuan lisan baru mengikat bila sudah ada panjer (tunai dan kontan
sifat hukum adat)
·
Pertunangan mengikat bila sudah ada “panjer”
Bahasa hukum adat lahir setapak, terus menerus
dipakai dengan konsekuen untuk mengikat suatu perasaan dan keadaan sehingga
lambat laun menjadi istilah yang memiliki makna tertentu
Istilah-istilah adat di berbagai lingkungan hukum
adat terdapat pula pepatah adat, kato adat,patitik, umpama, dan pilar, sangat
berguna bagi petunjuk tentang adanya peredaran adat.
Contoh :
1) Di Tapanuli à pepatah adat “togu
torat ni bolu toguan urat nu padang, togu pen a nidok ni uhun, toguan na nidok
ni padan” artinya “akar bamboo kuat tetapi akar rumput lebih
kuat” mengandung arti “bahwa
peraturan-peraturan hukum positif adalah kuat, akan tetapi suatu persetujuan
lebih kuat daripada peraturan hukum”
2) Di Minang kabau à pepatah adat“sekali
ae gadang, sekali tapian beranjak, sekali raja ba(r)ganti, sekali adat berubah.Maksudnya
“bahwa adat itu tidak statis melainkan
berubah menurut perubahan yang berlaku dengan penggantian kepala adat”. Artinya“apabila air meluap, tempat pemandian
bergeser = apabila raja berganti maka adat berganti pula.
Ter
Haar mengatakan bahwa pepatah adat bukan sumber hukum tetapi mencerminkan dasar
hukum yang tidak tegas.
·
Penyidikan Hukum Adat
Berlakunya
suatu peraturan hukum adat adalah tampak dalam penetapan (petugas hukum) misalnya : putusan kepala adat, putusan
hukum, putusan pengawas, dll.
Dapat
diartikan bahwa: perbuatan atau penyelidikan oleh pihak pelanggar hukum dengan
tujuan untuk memelihara atau untuk menegakan hukum
Dalam
mengadakan penyelidikan dalam hukum adat, bahan-bahan yang berharga harus
dilaksanakan dengan cara :
a.
Research tentang putusan hukum di wilayah yang bersangkutan
b.
Sikap penolakan dalam kehidupan
dan hal-hal terhadap yang sedang diselidiki dengan melakukan “field research” (penelitian lapangan)
Misalnya :
bagaimana kenyataan sosial yang bersangkutan (“social reality”)melalui pejabat-pejabat desa, orang tua, cerdik
pandai, orang terkemuka (field research)
Hukum
adat senantiasa tumbuh dari suatu kebutuhan budaya yang nyata, cara hidup dan
pandangan hidup yang keseluruhannya merupakan kebudayaan masyarakat karena :
- Tidak mungkin suatu hukum yang asing bagi
masyarakat dipaksakan dibuat
- Tidak mungkin kecuali dibuat/diciptakan bila
bertentangan dengan kebudayaan rakyat.
Dalam arti bahwa Tidak mungkin suatu hukum yang
asing bagi masyarakat itu akan dipaksakan untuk dibuat apabila hukum asing itu
bertentangan dengan kebudayaan rakyat yang bersangkutan
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat
Menurut
VerSavegny, hukum mengikuti
“vaelglist” (jiwa/semangat rakyat) dan masyarakat tempat hukum itu berlaku
“Untuk
mengerti bahwa hukum adat adalah itu sebagai segi kebudayaan indonesia”
Bagaimana
sruktur berpikir, corak dan sifat masyarakat indonesia khusus berhubungan
dengan hukum ?
Jawab
:
Masyarakat
indonesia mengalami peralihan dan bergerak terus menerus tetapi tidak semua
perubahan dalam jiwa dan struktur masyarakat merupakan perubahan fundamental
yang langsung melahirkan jiwa dan struktur yang baru sebab masyarakat adalah
sesuatu yang kontinen (berjalan terus) masyarakat berubah tetapi tidak
sekaligus meninggalkan yang lama. Jadi dalam masyarakat yang baru terdapat
reaktifitas bahwa sesuatu proses perkembangan mengatur kembali yang lama serta
menghasilkan sistem dari yang lama dan yang baru, sesuai dengan kehendak,
kebutuhan, cara hidup, cara pandang hidup sesuatu rakyat (Sinarta Soedrajat,
SH) dalam bukunya Asas-asas Hukum Adat, 27-28)
Jadi Hukum Adat Sebagai Aspek Kebudayaan adalah bahwa Hukum Adat itu tumbuh dari suatu
kebutuhan hidup yang nyata, cara hidup dan pandangan hidup yang keseluruhannya
merupakan kebudayaan masyarakat tempat Hukum Adat itu berlaku.
BAB III
PENUTUP
Sistem hukum adat di Indonesia sangat beragam,
dengan keberagaman tersebut makin membuat kaya kebudayaan indonesia. Akan
tetapi sistem hukum adat di Indonesia mendapat tantangan dari unsur-unsur
kebudayaan lain. Memang sistem hukum adat selalu berubah menyesuaikan keadaan,
akan tetapi sistem hukum adat itu dikhawatirkan lama-kelamaan akan kehilangan
identitasnya. Diluar hal tersebut, Sistem hukum adat memang unik. Sistem hukum
ini mempunyai beberapa perbedaan dibandingkan dengan sisitem hukum yang lain.
Mulai dari bentuknya yang menyesuaikan dengan kebudayaan masyarakatnya,
lalu penegak hukum yang dipilih
berdasarkan jassanya terhadap masyarakat
dan bukan berdasarkan intelektual. Dan yang paling mengejutkan ternyata
sistem hukum adat sudah ada sejak zaman kollonial belanda.
Dari materi yang telah diuraikan di atas,
diharapkan memperdalam pengetahuan kita mengenai sistem hukum adat. Dengan
mempelajarinya diharapkan kita makin mencintai keberagaman yang ada di negara
kita, sehingga kita juga dapat menjaganya. Semoga apa yang telah dibahas
bermanfaat bagi kita semua.
Sistem Hukum Adat Indonesia
OLEH:
LA ODE SUDARMIN
Daftar Pustaka
1. Hilman hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat,
1992
2. M. Koesnoe, Catatan-Catatan tentang Hukum Adat
Dewasa Ini
3. -----------, Hukum Adat Sebagai Suatu Model
Hukum
4. Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, 1996
5. Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas
Hukum Adat, 1979
6. Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, 1981
0 komentar:
Post a Comment