HIPOTIK
OLEH:
LA ODE SUDARMIN
A.
Pengertian
Hipotik
Pengertian Jaminan Hipotik dapat kita
temukan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun pendapat para ahli
yakni antara lain:
1.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata pasal 1162, hipotik adalah suatu hak kebendaan atas suatu benda yang
tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari (pendapatan
penjualan ) benda itu.
2.
Menurut Vollmar, ia berpendapat bahwa
Hipotik adalah Sebuah hak kebendaan atas benda-benda bergerak tidak bermaksud
untuk memberikan orang yang berhak (pemegang Hipotik) sesuatu nikmmat dari
sautu benda, tetapi ia bermaksud memberikan jaminan belaka bagi pelunasan
sebuah hutang dengan dilebihdahulukan.
3.
Menurut Hartono Hadisoeprapto di dalam
buku karangannya Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan bahwa Hipotik
ialah bentuk jaminan jaminan kredit yang timbul dari perjanjian, yaitu suatu
bentuk jaminan yang adanya harus diperjanjikan terlebih dahulu.
B.
Dasar
Hukum Hipotik
Dasar hukum mengenai Hipotik dapat kita
temukan dalam peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, antara lain:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal
1162-1232 Buku Kedua Bab XXI.
2.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Pasal
310-319 Bab II.
3.
Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran.
4.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2002
Tentang Perkapalan.
5.
Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2005
Tentang Pengesahan INTERNATIONAL CONVENTION ON MARITIME LIENS AND MORTGAGES,
1993 (Konvensi Internasional tentang Piutang Maritim dan Mortgage, 1993).
C.
Ciri-ciri/Sifat
Jaminan Hipotik
Jaminan Hipotik memiliki
ciri-ciri/sifat-sifat antara lain:
1.
Bersifat accesoir, yakni seperti halnya
dengan gadai.
2.
Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit de
suite), yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan
siapa pun benda tersebut berada,
3.
Lebih didahulukan pemenuhannya dari
piutang yang lain (droit de preference),
4.
Objeknya benda-benda tetap.
D.
Subjek
dan Objek dalam Jaminan Hipotik
Subjek Dan Objek Hipotek Kapal Laut
Ada dua pihak yang terkait dalam
perjanjian pembebanan hipotek kapal laut, yaitu pemberi hipotek
(Hypotheekgever) dan penerima hipotek. Pemberi hipotek adalah mereka yang
sebagai jaminan memberikan suatu hak kebendaan/zakelijke recht (hipotek), atas
bendanya yang tidak bergerak, biasanya mereka mengadakan suatu utang yang
terikat pada hipotek, tetapi hipotek atas beban pihak ketiga. Penerima hipotek
disebut juga hypotheekbank, hypotheekhouder atau hypotheeknemer. Hypothekhouder
atau hypotheeknemer, yaitu pihak yang menerima hipotek, pihak yang meminjamkan
uang di bawah ikatan hipotek. Biasanya yang menerima hipotek ini adalah lembaga
perbankan dan lembaga keuangan non bank.
Hypotheekbank adalah lembaga kredit
dengan jaminan tanah, bank yang khusus memberikan pinjaman uang untuk benda
tidak bergerak, kapal laut, kapal terbang dan dari segi mengeluarkan
surat-surat gadai. Objek hipotek diatur pasal 1164 KUHPerdata.
Objek hipotek yaitu antara lain:
1.
Benda-benda tak bergerak yang dapat
dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya.
2.
Hak pakai hasil atas benda-benda
tersebut beserta segala perlengkapannya.
3.
Hak numpang karang dan hak usaha.
4.
Bunga tanah, baik yang dibayar dengan
uang maupun yang dibayar dengan hasil tanah.
5.
Bunga seperti semula.
6.
Pasar-pasar yag diakui oleh pemerintah,
beserta hak-hak asli merupakan yang melekat padanya.
Yang termasuk benda-benda tak bergerak
adalah hak atas tanah, kapal laut dan pesawat terbang. Hak atas tanah terdiri
dari hak milik, HGB dan HGU. Sejak berlakunya UU No. 4/1996 tentang Hak
Tanggungan, maka hipotek atas tanah menjadi tak berlaku lagi, tetapi yang
digunakan dalam pembebanan-pembebanan hak atas tanah tersebut adalah hak
tanggungan. Sedangkan benda tidak bergerak, seperti kapal laut tetap berlaku
ketentuan-ketentuan tentang hipotek sebagaimana yang diatur dalam buku II
KUHPerdata. Ukuran kapal lautnya 20 m3, sedangkan di bawah itu berlaku
ketentuan tentang jaminan fidusia. Benda-benda yang tidak dapat dibebani
hipotek yaitu:
1.
Benda bergerak;
2.
Benda dari orang yang belum dewasa;
3.
Benda-benda dari orang yang berada di
bawah pengampuan;
4.
Benda dari orang-orang yang tak hadir
selama penguasaan atas benda-bendanya hanya dapat diberikan untuk sementara
waktu.
E.
Hak
dan Kewajiban yang Timbul dari Jaminan Hipotik.
Hak Dan Kewajiban Antara Pemberi Dan
Penerima Hipotek
Sejak terjadinya pembebanan hipotek
kapal laut, maka sejak saat itulah timbul akibat bagi kedua belah pihak. Akibat
hukum itu timbul hak dan kewajiban kedua belah pihak.
1.
Hak pemberi hipotek:
a. Tetap
menguasai bendanya;
b. Mempergunakan
bendanya;
c. Melakukan
tindakan penguasaan asal tidak merugikan pemegang hipotek; dan
d. Berhak
menerima uang pinjaman
2.
Kewajiban pemegang hipotek:
a. Membayar
pokok beserta bunga pinjaman uang dari jaminan hipotek;
b. Membayar
denda atas keterlambatan melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga;
3.
Hak pemegang hipotek:
a. Memperoleh
penggantian daripadanya untuk pelunasan piutangnya jika debitur wanprestasi;
b. Memindahkan
piutangnya, karena hipotek bersifat accesoir, maka dengan berpindahnya hutang
pokok maka hipotek ikut berpindah.
F.
Tata
Cara Pembebanan Hipotik
Tata Cara Pembebanan Hipotek:
a.
Pembebanan hipotek atas kapal dilakukan
dengan pembuatan akta hipotek oleh Pejabat Pendaftar dan Pencatat Baliknama
Kapal di tempat kapal didaftar.
b.
Kreditur mengajukan permohonan dengan
melampirkan dokumen sebagai berikut :
Ø Asli
Grosse Akta Pendaftaran/Grosse Akta Baliknama,
Ø Akta
Kuasa Memasang Hipotek,
Ø Perjanjian
Kredit, atau
c.
Pemilik kapal dan kreditur bersama-sama
mengajukan permohonan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut :
Ø Asli
Grosse Akta Pendaftaran/Grosse Akta Baliknama
Ø Perjanjian
Kredit.
d.
Pendaftaran hipotek terjadi pada saat
penandatangan Akta Hipotek dengan memberi nomor dan tanggal Akta Hipotek serta
mencatat dalam Daftar Induk pendaftaran kapal.
e.
Sebagai bukti kapal telah dibebani
hipotek, kepada kreditur diberikan Grosse Akta Hipotek untuk disimpan bersama
dengan Grosse Akta Pendaftaran/Grosse Akta Baliknama Kapal.
Grosse akta hipotek memakai irah-irah
“Demi Keadilan, Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang tetap.
G. Hapusnya Jaminan Hipotik
Menurut
pasal 1209 KUHPerdata ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu:
1. Karena hapusnya ikatan pokok;
2. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang
atau kreditur; dan
3. Karena penetapan oleh hakim.
Adapun
hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu:
1. Hapusnya hutang yang dijamin oleh
hipotik;
2. Afstan hipotik;
3. Lenyapnya benda hipotik;
4. Pencampuran kedudukan pemegang dan
pemberi hipotik;
5. Pencoretan, karena pembersihan atau
kepailitan; dan
6. Pencabutan hak milik.
H.
Eksekusi
Jaminan Hipotik
Sebelum diberlakukannya Undang-undang
No. 4 Tahun 1996 mengenai Hak Tanggungan
Atas Tanah, maka ketentuan hipotik diberlakukan bagi tanah hak milik, hak guna
usaha dan juga hak guna bangunan yang dibebani tanggungan atau jaminan utang.
Pada dasarnya eksekusi hipotik dan hak tanggungan dapat dilakukan diluar campur
tangan pengadilan atau yang disebut parate eksekusi maupun melalui pengadilan.
Disamping itu, Undang-undang No. 4 Tahun 1996 memperbolehkan penjualan di bawah
tangan tanpa melalui kantor lelang, atas dasar kesepakatan antara kreditur dan
debitur, apabila melalui penjualan di bawah tangan ini dapat diperoleh harga
tertinggi yang menguntungkan kedua belah pihak.
Ketentuan Pasal 1178 ayat 2 kitab
undang-undang hukum perdata, memberi wewenang kepada kreditur pemegang hipotik
pertama untuk minta diperjanjikan agar dia dapat menjual benda yang dibebani
hipotik atas kekuasaanya sendiri melalui kantor lelang, demikian pula ketentuan
Pasal 6 jo Pasal 20 undang-undang no. 4 tahun 1996, memberi wewenang kepada
kreditur pemegang hak tanggungan pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum.
Menggunakan pranata grosse akte yang
diatur dalam Pasal 224v HIR untuk melakukan eksekusi hipotik dan hak tanggungan
dapat memenuhi berbagai kendala. Berdasarkan ketentuan pasal 224 HIR, kreditur
dapat menggunakan grosse akte hipotik yang mempunyai kekuatan eksekutorial
seperti putusan hakim yang berkekuatan tetap untuk mengajukan permohonan fiat
eksekusi dari pengadilan atas benda yang dibebani hipotik untuk selanjutnya
dijual melalui kantor lelang.
Demikian pula ketentuan pasal 14 jo
pasal 20 undang-undang no. 4 tahun 1996, menyebutkan bahwa sertifikat hak
tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA" mempunyai kekuatan hukum tetap dan
berlaku sebagai grosse akte hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah.
Kendala yang dihadapi adalah munculnya
upaya hukum bantahan dari debitur yang mempersoalkan jumlah utang yang harus
dibayar kepada kreditur. Menurut hakim agama Yahya Harahap, apabila pengadilan
melihat bahwa selisih antara jumlah yang ditetapkan dalam akta hipotik dan
pembukuan yang dilakukan oleh kreditur sangat besar, maka pengadilan lebih baik
menunda eksekusi dan menyarankan kreditur untuk melakukan gugatan biasa. Hal
ini memang dimungkinkan karena berdasarkan ketentuan pasal 195 ayat 1 dan pasal
224 HIR menyebutkan bahwa kedua pengadilan negeri adalah pejabat yang berwenang
memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi (M. Yahya Harahap, 1993: 240-241).
Kendala yang lain mungkin dihadapi
adalah adanya perlawanan yang diajukan oleh pihak ketiga sebelum dilakukan
eksekusi hipotik. Kendala-kendala tersebut juga dapat dialami oleh kreditur
pemegang hak tanggungan yang melakukan eksekusi melalui parate eksekusi ataupun
melalui pengadilan. Akan tetapi, kendala terbesar adalah hasil penjualan lelang
benda jaminan biasanya di bawah harga pasar dan masih harus dikurangi biaya
lelang.
0 komentar:
Post a Comment