“FUNGSI
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN TERHADAP
PEREDARAN OBAT PELANGSING TRADISIONAL BERBAHAN KIMIA”
Disusun Oleh :
Nama : La Ode Sudarmin
NIM : 143112330070121
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS NASIONAL
JAKARTA
2016
A.
Latar
Belakang
Memiliki berat badan ideal adalah impian setiap insan
terlebih bagi kaum wanita. Perubahan gaya hidup dengan mengkonsumsi makanan
yang mengandung lemak tinggi merupakan faktor yang mendukung terjadinya
kelebihan berat badan (overweight)
dan obesitas. Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari
penimbunan lemak tubuh yang berlebihan.[1]
Obesitas merupakan akibat dari maraknya junk food di dunia yaitu dengan
kandungan yang tinggi akan kalori, lemak, gula, garam, yang dijual praktis dan
murah serta mudah didapat.Dibalik nikmatnya junk food menyimpan dampak yang
sangat fatal seperti yang tercatat dalam Badan Kesehatan Dunia (WHO) yaitu
komplikasi penyakit yang diakibatkan obesitas membunuh sekitar 3,4 juta orang
dewasa setiap tahunnya.[2]
Semakin banyak penderita obesitas maka semakin banyak
pula orang yang ingin menurunkan berat badan, salah satu caranya dengan
mengkonsumsi obat pelangsing. Obat pelangsing
dibagi menjadi 2(dua) jenis yaitu obat pelangsing berbahan tradisional
dan obat pelangsing berbahan sintetik, yang umumnya harus dalam pengawasan
dokter.
Jenis obat pelangsing dengan bahan-bahan tradisional
menjadi pilihan utama bagi konsumen karena dirasa alami dan aman untuk
dikonsumsi dalam jangka panjang .Obat tradisional atau jamu mempunyai kedudukan
khusus bagi masyarakat Indonesia karena merupakan salah satu warisan budaya
bangsa dan sudah sangat terkenal khasiatnya.
Menurut
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.[3] Obat
tradisional pada saat ini banyak digunakan, karena tidak terlalu menyebabkan
efek samping dan masih bisa dicerna oleh tubuh.
Beberapa perusahaan mengolah obat-obatan tradisional
yang dimodifikasi lebih lanjut.Akan tetapi, khasiat alamiah dan kemurnian obat
pelangsing tradisional seringkali disalah gunakan oleh produsen obat pelangsing
tradisional. Proses produksi yang mereka lakukan biasanya menggunakan cara
curang seperti, menambahkan bahan kimia obat untuk mencari keuntungan finansial
saja tanpa memperhatikan kemurnian dan resiko dari kandungan obat tradisional.
Salah satu kasus yang terjadi belum lama ini adalah 93
merek produk jamu dan obat pelangsing yang dicampur dengan Bahan Kimia Obat
(BKO).Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menemukan bahwa jenis-jenis Bahan Kimia Obat (BKO) dalam obat
pelangsing itu adalah Deksametason, Allupurinol, Sildenafil Sitrat, Fenfluramin, Parasetamol, Sibutramin Hidroklorida, Phenolphthalein dan Metampiron.
Mulai tahun 2006 hingga sekarang Badan POM sudah
melakukan penertiban, hasilnya mereka telah memusnahkan 32.403 bungkus, 10.561
kotak dan 1.968 kapsul atau tablet obat-obatan pelangsing yang sudah dicampur
dengan Bahan Kimia Obat (BKO) sehingga berbahaya jika dikonsumsi.[4]
Proporsi obat keras yang tanpa takaran memang menyebabkan obat manjur ketika
dikonsumsi tetapi bila dikonsumsi jangka panjang bisa berbahaya bagi kesehatan
manusia.
Masalah konsumen merupakan masalah semua orang, dengan
demikian masalah konsumen merupakan masalah nasional yang harus diperhatikan
dan diawasi oleh pemerintah.[5]
Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen adalah melalui
peraturan perundang-undangan, sehingga perlu melengkapi ketentuan
perundang-undangan bidang perlindungan konsumen yang sudah ada.[6]
Hukum, khususnya hukum bisnis mempunyai tugas untuk
menciptakan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pengusaha, masyarakat,
dan pemerintah. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(UUPK) secara tegas menyebutkan bahwa pembangunan ekonomi nasional pada era
globalisasi harus mampu menghasilkan aneka barang dan jasa yang memiliki
kandungan teknologi yang dapat menjadi sarana penting bagi kesejahteraan rakyat dan sekaligus
mendapatkan kepastian atas barang dan jasa yang diperoleh dari perdagangan
tanpa mengakibatkan kerugian konsumen.[7]
Upaya menjaga harkat dan martabat konsumen perlu
didukung peningkatan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan, dan
kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya,[8]
karena tanpa disadari konsumen menerima begitu saja barang/jasa
yang dikonsumsinya.[9] Sesungguhnya,
permasalahan yang dihadapi konsumen tidak hanya bagaimana memilih suatu barang
atau jasa, tetapi menyangkut penyadaran tentang arti perlindungan konsumen
kepada semua pihak baik produsen, konsumen maupun pemerintah.[10]
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang dibentuk pemerintah
merupakan salah satu indikasi bahwa pemerintah mempunyai perhatian khusus
mengenai masalah perlindungan konsumen. Bahkan kedudukan Badan Pengawas Obat
dan Makanan (BPOM) telah dipisahkan dari Departemen Kesehatan agar kinerjanya
dapat membawa hasil yang lebih optimal.
Menurut Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan
Indonesia (YPKKI), Marius widjajarta, terus terulangnya temuan obat tradisional
yang dicampur dengan bahan kimia obat dinilai sebagai imbas dari kurang
konsisten dan tidak adanya program kontrol dan sosialisasi yang sistemik dan
efisien dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).[11]
Seharusnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) wajib
memutuskan mata rantai penyalur dan menyampaikan dampaknya kepada masyarakat
jika mengkonsumsi obat tradisional yang menggunakan bahan kimia berbahaya
tersebut. Menurut Deputi bidang Pengawasan Obat Tradisional kegiatan
memproduksi atau mengedarkan obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat
melanggar Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp.100.000.000,00.[12]
Maka dengan adanya penyelenggaran, pengembangan dan
pengaturan perlindungan konsumen oleh pemerintah adalah untuk meningkatkan
martabat dan kesadaran konsumen dan secara tidak langsung mendorong pelaku
usaha dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dengan penuh rasa tanggung
jawab.[13]
Tujuannya adalah agar terjadi keserasian dan kesesuaian antara hukum yang
diterapkan dengan kesadaran hukum dari masyarakat yang bersangkutan.[14]
Berdasarkan
uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang tersebut, maka dalam
penelitian ini akan menuliskan skripsi dengan judul
“FUNGSI
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) MELINDUNGI HAK-HAK KONSUMEN TERHADAP
PEREDARAN OBAT PELANGSING TRADISIONAL BERBAHAN KIMIA”
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan terkait peredaran obat
pelangsing tradisional berbahan kimia di Indonesia?
2. Bagaimana pengawasan dan upaya apa saja yang dilakukan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melindungi konsumen terhadap
peredaran obat pelangsing tradisional berbahan kimia ?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
a. Untuk
mengetahui dan memahami pengaturan
terkait peredaran obat pelangsing tradisional berbahan kimia di Indonesia.
b. Untuk
mengetahui dan memahami pengawasan dan
upaya apa saja yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk
melindungi konsumen terhadap peredaran obat pelangsing tradisional berbahan
kimia.
2. Manfaat
Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1) Dapat
menjelaskan cara pelaksanaan pengaturan terkait peredaran obat pelangsing
tradisional berbahan kimia di Indonesia.
2) Dapat
menjelaskan mengenai memahami pengawasan dan upaya apa saja yang dilakukan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melindungi konsumen terhadap
peredaran obat pelangsing tradisional berbahan kimia.
D.
Kerangka
Teori dan KerangkaKonseptual
1.
Kerangka Teori
a.
Teori
Perlindungan Konsumen
-
Teori Kontrak
Menurut Velazquez teori ini merupakan hubungan antara pelaku usaha dengan
konsumen dan kewajiban pelaku usaha dengan konsumen adalah seperti yang tertera
dalam kontrak.[15]
·
Kewajiban untuk
Memenuhi (The Duty to Comply)
Kewajiban utama para pelaku usaha adalah kewajiban
menyediakan produk-produk yang sesuai bagi konsumen dan mencantumkan secara
jelas komposisi hingga resiko akibat penggunaan produk. Serta terjaminnya
keamanan produk baik yang tertulis maupun tidak tertulis agar konsumen
menyetujui kontrak dan membentuk pemahaman konsumen mengenai barang yang akan
mereka konsumsi.
·
Kewajiban untuk
Mengungkapkan ( The Duty of Disclosure)
Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk menyampaikan
informasi yang benar tentang produknya kepada konsumen. Sebab, informasi itu
akan mempengaruhi keputusan konsumen untuk memesan atau membeli sebuah barang
untuk dikonsumsi.
-
Teori Perhatian
Semestinya (The Due Care Theory)
Pandangan ini menyatakan bahwa konsumen selalu berada
pada posisi lemah, karena produsen mempunyai jauh lebih banyak pengetahuan dan
pengalaman tentang produk yang tidak dimiliki oleh konsumen. Kepentingan
konsumen di sini harus diutamakan karena produsen berada dalam posisi yang
lebih kuat dalam menilai produk, ia mempunyai kewajiban menjaga agar si
konsumen tidak mengalami kerugian dari produk yang dibelinya.[16]
Produsen bertanggung jawab atas kerugian yang dialami
oleh konsumen dengan memakai produknya, walaupun tanggung jawab itu tidak
tertera dalam kontrak jual-beli atau bahkan disangkal secara tegas.Teori ini
memfokuskan pada kualitas produk serta tanggung jawab produsen.Karena itu
tekanannya bukan pada segi hukum saja tetapi juga pada etika dalam arti luas.
Norma dasar yang melandasi pandangan ini
adalah bahwa seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan kegiatannya.[17]
2. Kerangka Konseptual
Fungsi merupakan hal-hal yang harus bahkan wajib
dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau pegawai dalam suatu instansi
secara rutin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan
program kerja yang telah dibuat berdasarkan tujuan. Masih kurang[18]
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) adalah lembaga pemerintah yang bertugas
melakukan regulasi, standardisasi, dan sertifikasi produk makanan dan obat yang
mencakup keseluruhan aspek pembuatan, penjualan, penggunaan, dan keamanan
makanan, obat-obatan, kosmetik, dan produk lainnya.[19]
Dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen menyebutkan
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.[20]
Diet berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah aturan makanan
khusus untuk kesehatan dan biasanya dilakukan atas petunjuk dokter atau
konsultan.[21]
Menurut Kep. MenKes RI No. 193/Kab/B.VII/71 obat yakni suatu bahan atau paduan bahan-bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah,
mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka
atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan dan untuk
memperelok atau memperindah badan atau bagian badan manusia.[22]
Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan termasuk produk
biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi
atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.[23]
Bahan Kimia Adalah bahan yang dapat
menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau menyebabkan kematian apabila
terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat pernafasan atau kontak lewat
kulit.[24]
E.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara atau proses pemeriksaan
atau penyelidikan yang menggunakan penalaran dan berfikir yang logis analitis
(logika), berdasarkan dalil-dalil, rumus-rumus dan teori suatu ilmu tentang
gejala-gejala atau peristiwa ilmiah, peristiwa sosial, atau peristiwa hukum
tertentu.[25]
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah bentuk penelitian normatif.Penelitian
normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran
berdasarkan logika ilmu hukum dari sisi normatifnya. Penelitian ini menekankan
pada penggunaan data sekunder atau berupa norma hukum tertulis dan/atau
wawancara dengan informan
serta narasumber.[26]
2. Bahan Hukum
a. Bahan Hukum
Primer
Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif
artinya
mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.[27]
Bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di bidang Hukum Perlindungan Konsumen yang mengikat dan menjadi sumber
penulisan ini, antara lain:
1)
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK);
2)
Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan;
3)
Peraturan Pemerintah
Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
4)
Peraturan Pemerintah
Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Perlindungan Konsumen;
b. Bahan Hukum
Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan
hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum
sekunder meliputi semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi.[28]meliputi
yaitu melalui buku-buku hukum, literatur, hasil penelitian, hasil seminar,
hasil diskusi, maupun diktat perkuliahan serta pendapat-pendapat ahli hukum
yang berpengaruh (de herseendeleer)
sesuai pembahasan dalam penelitian ini.
c. Bahan Hukum
Tersier
Bahan hukum tersier atau bahan
penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna
terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder. Salah satu sumber
bahan hukum tersebut adalah kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
dan Ensiklopedia Hukum.
3. Pengumpulan Bahan Hukum
a. Penelitian
Kepustakaan (Library Research)
Metode ini dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder. Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi
kepustakaan. Studi kepustakaan adalah merupakan pengumpulan data-data yang
dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku, peraturan
perundang-undangan, karya ilmiah para ahli, artikel-artikel baik dari surat
jurnal, majalah, media elektronik dan bahan bacaan lain yang terkait dengan
penulisan proposal ini. Semua itu dimaksudkan utuk memperoleh data-data atau
bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam
penelitian.
b. Penelitian
Lapangan (Field Research)
Metode ini dilakukan untuk
mendapatkan data primer. Data tersebut berasal dari wawancara dengan ahli hukum
guna mendukung kelengkapan dalam analisis. Wawancara pada penulisan ini akan
dilakukan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Hal
tersebut dimaksudkan untuk melengkapi pembahasan dalam penulisan tugas akhir.
4.
Pengolahan
dan Analisis Bahan Hukum
Bahan hukum yang diperoleh dalam
penelitian studi kepustakaan dan penelitian lapangan diuraikan dan disajikan
dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif, yaitu menarik
kesimpulan dari permasalahan yang bersifat umum yang dianalisa secara
kualitatif, yang menjabarkan dengan kalimat-kalimat sehingga dapat dimengerti
dalam susunan yang komprehensif atau menyeluruh.
F. Sistematika Penulisan Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini untuk mempermudah dipahami oleh pembaca,
maka penelitian ini diuraikan dalam beberapa bab
yang terdiri dari :
Bab I, tentang pendahuluan
berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Manfaat dan Tujuan Penelitian, Kerangka
Teori dan Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II
menjelaskan tentang Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Obat
Pelangsing Tradisional Berbahan Kimia yang berisi mengenai pengertian, asas dan
tujuan perlindungan konsumen, pihak-pihak yang terkait, hak dan kewajiban
pelaku usaha dan konsumen, perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha,
tahap-tahap dalam transaksi, penyelesaian sengketa, sanksi-sanksi, pengertian
obat pelangsing tradisional dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai obat pelangsing tradisional.
Bab III menjelaskan
tentang Peranan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (Bpom) Sebagai Pengawas
Peredaran Obat Tradisional Di Indonesia yang berisi mengenai latar belakang
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta prinsip dasar sistem pengawasan
obat dan makanan. Selain itu, juga akan membahas mengenai tugas, wewenang, dan
langkah pengawasan yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam
mengawasi peredaran obat pelangsing tradisional berbahan kimia di Indonesia,
penegakkan hukum obat tradisional, serta
bahan kimia obat yang dilarang digunakan secara bebas dalam obat.
Bab IV menjelaskan tentang Hasil
Penelitian Dan Pembahasan yang berisi mengenai pengaturan terkait peredaran obat pelangsing
tradisional berbahan kimia di Indonesia pengawasan dan upaya apa saja yang
dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melindungi konsumen
terhadap peredaran obat pelangsing tradisional berbahan kimia.
Bab
V Penutup berisi kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Bertens,
K. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta
: Penerbit Kanisius, 2000
Handojo,
Dwi dan Sulistyo, Obat, Konsumen dan
Masalahnya. Jakarta: Arcan. 1992
Harjono,
Dhaniswara K. Pemahaman Hukum Bisnis bagi
Pengusaha. Jakarta: PT. Raja
Grafindo
Persada. 2006
Ibrahim,
Johnny. Teori dan Metodologi Hukum Normatif.
Malang : Bayu Media. 2006
Marzuki,
Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta
: Kencana, 2005
Miru, Ahmadi. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi
Konsumen di Indonesia. Jakarta :
PT.Raja Grafindo Persada, 2013.
Sidabalok,
Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di
Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014
Shidarta.
Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta
: Grasindo, 2000
Soekanto,
Soerjono. Hukum Adat Indonesia. Jakarta
: PT. RajaGrafindo Persada. 1983
Soekanto,
Soerjono dan Sri Mamudji. Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2007.
Susanto.
Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta
: Visimedia, 2008
- Peraturan Perundang-undangan
Indonesia. Undang-undang Dasar Republik Indonesia
1945, Berita Republik Indonesia.
________. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
________. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Departemen Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
193/Kab/B.VII/1971 Tentang Pembungkusan dan Penandaan Obat.
C. Internet
Admin, “Bahan Kimia Beracun (Toxic)”. http://arzadz.blogspot.co.id/2010/05/bahan-kimia-beracun-toxic.html.
15 Mei 2010.
Admin,
“BPOM "Buru" 54 Jamu Berbahaya”,
http://nasional.kompas.com/read/2008/06/10/12150799/bpom.quotburuquot.54.jamu.berbahaya.
10 Juni 2008
Admin,
“Obat Generik Bermerek, Sumber Utama
Gratifikasi Dokter”. http://www.beritasatu.com/hukum/347350-obat-generik-bermerek-sumber-utama-gratifikasi-dokter.html.
04 februari 2016.
Admin,
Pengertian Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM). http://majalaremaja.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-badan-pengawas-obat-dan.html.
12 Juni 2012.
Admin,
“Studi: Obesitas di Indonesia Masuk 10
Besar Dunia”. http://obesitasindonesia.org/author/admin.
10 Januari 2015
Christophel Pratanto, “Perlindungan Konsumen”. http://cpratanto.blogspot.co.id/2012/12/perlindungan-konsumen.html,
3 Desember 2012
Debby
putri, “Contoh Kasus Perlindungan
Konsumen”. http://debbyputrii.blogspot.co.id/2014/05/contoh-kasus-perlindungan-konsumen.html. 31 Mei 2014
Nadiya
Putri, , “Hubungan Antara Tugas Pokok Dan
Fungsi Dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah”. http://documents.tips/documents/pe-kes.html.
20 Pebruari 2016.
Ruang
Hati, “Pengertian Obesitas dan
Penyebabnya”. http://ruanghati.com/2012/12/14/pengertian-obesitas-dan-penyebabnya. 14 desember 2012
Muhammad
Ihsan, “Diet Sehat” http://www.dietsehatcantik.com/2013/11/apa-itu-diet-pengertian-diet-adalah.html.
17 November 2013.
LAMPIRAN
[1] Ruang Hati, 14
desember 2012, Pengertian Obesitas dan
Penyebabnya,http://ruanghati.com/2012/12/14/pengertian-obesitas-dan-penyebabnya/, 15
November 2015.
[2] Admin, 10 Januari 2015, Studi: Obesitas di Indonesia Masuk 10 Besar
Dunia, http://obesitasindonesia.org/author/admin/, 1 Desember 2015.
[3]Badan Pengawasan Obat dan
Makanan(a),Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Kriteria
dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No:
HK.00.05.41.1384, Pasal 1 butir (1).
[4]Admin, 16 September 2015, “93 Obat Pelangsing Berbahaya:
Daftar Lengkap” http://www.kesehatanpedia.com/2015/09/93-obat-pelangsing-berbahaya-daftar.html, 29 November 2015.
[5]Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia,(
Bandung : Citra Aditya Bakti, 2014), Hlm 4.
[6]Ahmadi Miru, Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum bagi
Konsumen di Indonesia, ( Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2013), Hlm 4
[7]Debby putri, 31 Mei 2014,
“Contoh Kasus Perlindungan
Konsumen” http://debbyputrii.blogspot.co.id/2014/05/contoh-kasus-perlindungan-konsumen.html, 15 November 2015.
[8]Dhaniswara K.
Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis bagi Pengusaha, (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2006), Hlm 72-73.
[11]Admin, 04 februari 2016, “Obat Generik Bermerek” Sumber Utama Gratifikasi
Dokter, http://www.beritasatu.com/hukum/347350-obat-generik-bermerek-sumber-utama-gratifikasi-dokter.html. 17 Mei 2016
[12]Admin, 10 Juni 2008, “BPOM "Buru" 54Jamu Berbahaya”, http://nasional.kompas.com/read/2008/06/10/12150799/bpom.quotburuquot.54.jamu.berbahaya, 17 november 2016
[15]Christophel Pratanto, 3
Desember 2012, “Perlindungan Konsumen,”
http://cpratanto.blogspot.co.id/2012/12/perlindungan-konsumen.html, 9 Desember 2015
[18]Nadiya Putri, 20 Pebruari
2016, “Hubungan Antara Tugas Pokok Dan
Fungsi Dengan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah” ,
http://documents.tips/documents/pe-kes.html, 12 Mei 2016.
[19]Admin, 12 Juni 2012, “Pengertian
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)”,
http://majalaremaja.blogspot.co.id/2012/06/pengertian-badan-pengawas-obat-dan.html,2
Desember 2015.
[21]Muhammad Ihsan, 17
November 2013”,Diet Sehat”, http://www.dietsehatcantik.com/2013/11/apa-itu-diet-pengertian-diet-adalah.html, 17 November 2015.
[22]Departemen Kesehatan (a),
Peraturan Menteri Kesehatan Tentang
Pembungkusan dan Penandaan Obat, KepMen Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/1971,
Psl 1 butir (1).
[23]Indonesia (b), Undang-Undang Kesehatan, Undang-Undang No.36
Tahun 2009, ( Bandung : Citra Umbara, 2015), Psl 1 butir (8).
[24]Admin, 15 Mei 2010, “Bahan Kimia Beracun”
(Toxic), http://arzadz.blogspot.co.id/2010/05/bahan-kimia-beracun-toxic.html, 1 Desember 2015.
[26]Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji, Penelitian Hukum Normatif
Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), Hlm 13.