“Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam
hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan”. (Pasal 1 butir 7 KUHAP)
B. Azas Penuntutan
- Azas Legalitas (legaliteitsbeginsel): Yaitu azas yang mewajibkan kepada penuntut umum untuk melakukan penuntutan terhadap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana. Azas ini merupakan penjelmaan dari azas equality before the law.
- Azas Oporunitas (opportunitebeginsel): yaitu azas yang memberikan wewenang pada penuntut umum untuk tidak melakukan penuntutan terhaap seseorang yang melanggar peraturan hukum pidana dengan jalan mengesampingkan perkara yang sudah terang pembuktiannya untuk kepentingan umum.
C. Garis besar dalam penuntutan
Pada pokoknya sebelum melimpahkan berkas perkara ke sidang pengadilan, secara garis besar penuntut umum dalam penuntutan haruslah:
- mempelajari dan meneliti berkas perkara yang diajukan oleh penyidik, apakah telah cukup kuat dan terdapat cukup bukti bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana.
- setelah diperoleh gambaran yang jelas dan pasti tentang adanya tindak pidana dari terdakwa maka berdasarkan hal tersebut penuntut umum membuta surat dakwaan.
Langkah Melakukan penuntutan:
1. Kelengkapan berkas
2. Membuat surat dakwaan
3. Bentuk-bentuk surat dakwaan
4. Penggabungan berkas perkara (voeging)
5. pemisahan perkara
6. melimpahkan perkara ke pengadilan mengubah surat dakwaan
1. Kelengkapan berkas
a. Kelengkapan formal:
identitas tersangka
surat izin ketua pengadilan setempat dalam hal dilakukan penggeledahan
surat izin khusus ketua PN setempat apabila dilakukan pemeriksaan surat
adanya pengaduan dari orang yang berhak melakukan pengaduan dalam tindak pidana aduan
pembuatan berita acara pemeriksaan saksi, pemeriksaan tersangka, penangkapan, penggeledahan, dsb.
b. Kelengkapan material
yaitu apabila suatu berkas perkara sudah memenuhi persyaratan untuk dilimpahkan ke pengadilan, yakni harus memenuhi alat bukti yang diatur dalam pasal 183 dan 184 KUHAP sehingga dari hal-hal tersebut di atas bisa disusun surat dakwaan seperti yang diisyaratkan dalam pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
2. Membuat surat dakwaan
Diatur dalam pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP yang berbunyi:
“(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatanganidan serta berisi: a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agam dan pekeraan tersangka; b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”
“(3) surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum”.
3. Bentuk-bentuk surat dakwaan
a. surat dakwaan tunggal
b. surat dakwaan kumulatif (bersusun)
c. surat dakwan alternatif (pilihan)
d. surat dakwaan subsidair (berlapis)
e. surat dakwaan kombinasi:
kumulatif subsidair
kumulatif alternative
subsidair kumulatif
4. Penggabungan berkas perkara (voeging)
Lihat Pasal 141 KUHAP…………………
5. Pemisahan Perkara (splitsing)
Lihat Pasal 142……………….
6. Melimpahkan perkara ke pengadilan
diatur dalam pasal 143 ayat (2), 143 ayat (3) KUHAP.
Dalam penjelasan pasal 143 KUHAP yang dimaksud dengan surat pelimpahan perkara adalah surat pelimpahan perkara itu sendiri lengkap beserta surat dakwaan dan bekas perkara.
7. Mengubah surat dakwaan
diatur dalam pasal 144 KUHAP
a. perubahan surat dakwaan dilakukan oleh penuntut umum
b. waktu perubahan tersebut 7 hari sebelum siding
c. perubahan surat dakwaan hanya satu kali saja
d. turunan perubahan surat dakwaan haruslah diberikan kepada tersangka atau penasehat hukum atau penyidik.
Penghentian penuntutan, Alasannya (pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP)
1. karena tidak cukup bukti
2. peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana
3. perkara ditutup demi hukum.
Prosedur penghentian penuntutan diatur dalam pasal 140 ayat (2) huruf b, c dan d KUHAP